Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act (Malaysia), dan Council of Europe Convention on Cybercrime


Cyber Law

Istilah cyber pertama kali dicetuskan oleh Norbert Wiener, yang berasal dari kata cybernetics. Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Definisi lainnya, Cyber Law merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan.

Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Cyber Law bertujuan untuk mengupayakan pencegahan ataupun penanganan tindak pidana cyber. Cyber Law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.

Dilihat dari ruang lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e learning, e-health, dan sebagainya.

Lawrence Lessig, dalam bukunya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, mendeskripsikan 4 mode utama regulasi internet, yakni:
1. Law (Hukum) East Coast Code (Kode Pantai Timur) standar, dimana kegiatan di internet sudah merupakan subjek dari hukum konvensional. Hal-hal seperti perjudian secara online dengan cara yang sama seperti halnya secara offline.
2. Architecture (Arsitektur) West Coast Code (Kode Pantai Barat), dimana mekanisme ini memperhatikan parameter dari bisa atau tidaknya informasi dikirimkan lewat internet. Semua hal mulai dari aplikasi penyaring internet (seperti aplikasi pencari kata kunci) ke program enkripsi, sampai ke arsitektur dasar dari protokol TCP/IP, termasuk dalam kategori Norms (Norma). Norma merupakan suatu aturan, di dalamlregulasi ini. setiap kegiatan akan diatur secara tak terlihat lewat aturan yang terdapat di dalam komunitas, dalam hal ini oleh pengguna internet.
3. Market (Pasar) Sejalan dengan regulasi oleh norma di atas, pasar juga mengatur beberapa pola tertentu atas kegiatan di internet. Internet menciptakan pasar informasi virtual yang mempengaruhi semua hal mulai dari penilaian perbandingan layanan ke penilaian saham.

Computer Crime Act (CCA) Malaysia
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) adalah peraturan Undang-Undang (UU) Teknologi Informasi yang sudah dimiliki dan dikeluarkan oleh negara Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia). Computer Crime Act merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.

Computer Crime Act ini di dalamnya mencakup :
1. Mengakses material komputer tanpa ijin
2. Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
3. Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
4. Mengubah / menghapus program atau data orang lain
5. Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

Council of Europe Convention on Cyber Crime

Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) yang pada intinya memuat perumusan tindak pidana.

Konvensi ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan.

Perbandingan

Dari penjelasan di atas, perbandingan yang dapat disimpulkan adalah Cyber Law merupakan suatu aturan perundang-undangan tentang dunia cyber yang dibuat oleh suatu negara, sehingga aturan perundang-undangan ini hanya berlaku bagi warga negara tersebut. Karena istilah Cyber Law ini masih umum, maka setiap negara mungkin memiliki Cyber Law dengan nama yang berbeda. Misalnya Indonesia memiliki Cyber Law yang bernama Undang-Undang ITE.

Computer Crime Law (CCA) Merupakan Undang-Undang yang dibuat oleh negara Malaysia untuk mencegah penyalahgunaan Teknologi Informasi. Karena dibuat di Malaysia, maka aturan ini hanya berlaku untuk warga negara Malaysia.

Sedangkan Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan konvensi yang dibuat oleh negara-negara Eropa. Namun, karena konvensi ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa, maka aturan ini bisa berlaku di seluruh dunia.

Perbedaan Cyber Law Di Berbagai Negara (Khususnya Di Beberapa Negara Asia Tenggara, Seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand)

Cyber Law Indonesia
Di Indonesia, inisiatif untuk membuat Cyber Law sudah dimulai sebelum tahun 1999. Namun, pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Dalam perjalanannya, ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan Cyber Law Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HAKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Awalnya, RUU ini bernama Pemanfaatan Teknologi Informasi, kemudian berubah menjadi Transaksi Elektronik, dan pada akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang membahas dengan detail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang dalam dunia maya (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-31), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.

Cyber Law Malaysia
Cyber Law pertama yang disahkan oleh DPR-nya Malaysia adalah Digital Signature Act 1997. Tujuan dibuatnya Cyber Law ini adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Kemudian Cyber Law berikutnya yang disahkan adalah Telemedicine Act 1997. Tujuan dari Cyber Law ini adalah untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.

Cyber Law Singapura
Cyber Law di negara Singapura bernama The Electronic Transactions Act, yang telah ada sejak tanggal 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapura.

ETA dibuat dengan tujuan :
1. Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
2. Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
3. Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
4. Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;

Di dalam ETA mencakup :
1. Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
2. Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.

Cyber Law Vietnam
Pemerintah Vietnam sudah menetapkan Cyber crime, penggunaan nama domain, dan kontrak elektronik di Vietnam. Namun, untuk masalah perlindungan konsumen, privasi, spam, muatan online, digital copyright, dan Online Dispute Resolution (ODR) belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya. Di Vietnam, hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, padahal masalah seperti spam, perlindungan konsumen, privasi, muatan online, digital copyright, dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.

Cyber Law Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya. Walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2, tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright, dan ODR sudah dalam tahap rancangan sehingga kemungkinan akan diwujudkan di kemudian hari.

Kesimpulan
Dari beberapa negara Asia Tenggara yang disebutkan di atas, yang paling gencar dalam pembentukan Cyber Law adalah Indonesia. Sedangkan negara yang paling sedikit untuk urusan Cyber Law adalah Vietnam. Karena Indonesia sudah mempunyai Cyber Law yang cukup banyak, diharapkan pelaku-pelaku cybercrime misalnya penyebar berita bohong (hoaks) dan juga pelaku ujaran kebencian di media sosial dapat berkurang.

Referensi :

www.academia.edu/8500842/Pengertian_Cyber_Law_and_Cyber_Crime_Cyber_Law

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/05/peraturan-dan-regulasi-bagian-1/

http://rahmaekaputri.blogspot.com/2012/04/perbandingan-cyber-law-computer-crime.html



EmoticonEmoticon