MINTA TUMPANGAN


MINTA TUMPANGAN


            Robby, seorang mahasiswa semester 4 di suatu universitas swasta di Jakarta. Saat ini sedang ditinggal oleh kedua orang tuanya ke luar kota untuk beberapa hari. Di rumah ia hanya tinggal bersama seorang nenek dan seorang adik perempuannya.
            Karena hari ini adalah malam minggu maka untuk menghilangkan penat karena bosan di rumah, Robby berkeliling di sekitar perumahan tempat tinggalnya menggunakan sepeda motor. Bosan karena sudah tidak ada tujuan maka Robby memutuskan untuk bermain di rumah pamannya yang bernama Om Zaka. Om Zaka ini adalah teman dari ayahnya Robby, tetapi karena hubungan kekerabatan yang sudah erat maka sudah menjadi seperti keluarga. Rumah Om Zaka ini dekat dengan perumahan Robby, yaitu di belakang perumahan tersebut. Sesampainya di rumah Om Zaka, Robby mengucapkan salam dan kebetulan Om Zaka sedang duduk di teras rumahnya.
            “Assalamualaikum Om Zaka”
            “Waalaikum salam, eh Robby tumben main ke sini.”, jawab Om Zaka.
            “Iya, bosen aja di rumah mulu, cari angin hehehe”
            “Ohh yaudah sini masuk.”, ajak Om Zaka untuk masuk ke rumahnya.
            Di dalam mereka berbincang-bincang banyak hal. Dari yang penting sampai yang tidak penting dibicarakan. Sampai akhirnya mereka pun kehabisan topik pembicaraan. Sejenak mereka terdiam dan meminum minuman yang sudah disuguhkan oleh istri Om Zaka. Om Zaka mulai berbicara lagi, kali ini sepertinya ia ingin bercerita sesuatu kepada Robby. Robby pun menyimaknya. Om Zaka memulai ceritanya sambil membakar sebatang rokok kreteknya dan menyeruput secangkir kopi hitamnya.

            Tahun 1995, Om Zaka di PHK oleh sebuah perusahaan elektronik asing di Jakarta. Semenjak itu, Om Zaka menjadi seorang pengangguran. Tahun 1996, Om Zaka beralih profesi dari karyawan menjadi wiraswasta. Om Zaka mencoba-coba membuka usaha, yaitu jasa service barang-barang eletronik, di antaranya seperti televisi, radio tape, dsb. Dahulu Om Zaka belum punya bengkel atau Workshop seperti sekarang. Jadi ia menerima panggilan ke rumah-rumah dan memperbaikinya di rumah orang tersebut. Awalnya pelanggannya masih sedikit, tetapi lambat laun banyak orang yang membutuhkan jasa Om Zaka ini. Om Zaka menerima panggilan hanya untuk wilayah Bekasi, Jakarta, dan sekitarnya.
            Seperti biasa, pada hari itu Om Zaka baru pulang dari rumah orang yang diperbaiki TVnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Saat itu Om Zaka masih bujangan jadi ia tinggal di rumah bersama adiknya yang masih SMA. Tiba-tiba telepon rumah berdering. Karena di rumah hanya ada Om Zaka maka ia yang menerima telepon tersebut.
            “Hallo.”, sapa Om Zaka.
            “Hallo, Assalamualaikum Mas Zaka.”, salam orang tersebut.
            “Waalaikum salam, maaf ini dari siapa ya?”, tanya Om Zaka.
            “Ini Indra mas.”
            “Ohh Indra, ada apa Dra?”
            “Ini loh mas, bisa tidak cek TV di rumahku di Cibubur hari ini?”
            “Hmm, bisa kok Dra”, jawab Om Zaka.
             Telepon tersebut ternyata dari seorang kawan Om Zaka yang bernama Indra. Indra meminta Om Zaka memperbaiki TV di rumahnya di Cibubur. Setelah berbincang-bincang agak lama di telepon, Om Zaka bersiap-siap untuk pergi menuju ke rumah Indra. Om Zaka berangkat sekitar jam setengah 5an dengan mengendarai motor antiknya.

            Sesampainya di sana sekitar jam 6an. Setelah melaksanakan Solat Magrib, Om Zaka langsung mengecek TV milik Indra. Ternyata kerusakannya cukup parah sehingga waktu memperbaikinya pun memakan waktu yang cukup lama.
            Perbaikan baru selesai sekitar jam 11 malam. Om Zaka merapihkan peralatan servicenya dan Istrinya Indra membuatkan secangkir kopi untuknya. Berhubung bertemu dengan seorang kawan lama maka mereka berdua asik mengobrol sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat.
            “Waduh, tidak terasa ya udah jam segini aja.” Om Zaka memotong pembicaraan.
            “Haha, iya abisnya udah lama banget ga ketemu, jadi banyak yang diobrolin deh.”, kata Indra.
            “Ok deh kalau begitu aku pamit dulu ya Dra”, Om Zaka berkata sambil berdiri dan berjalan menuju keluar rumah.
            “ Iya Mas, makasih banyak ya Mas udah mau jauh-jauh ke sini. Oh iya, nanti pas pulang kalau bisa lewat jalan besar yang satunya aja Mas.”, kata Indra.
            “Sama-sama Dra, itung-itung sekalian main Dra hehe.”, jawab Om Zaka.
            “Emang kenapa Dra kalau lewat jalan yang biasanya?”, tanya Om Zaka penasaran.
            “Ya tidak apa-apa sih Mas, cuma kalau jam segini udah sepi di jalan itu, serem, kata orang-orang sih jalan itu sedikit angker.”, jawab Indra.
            “Ohh kirain kenapa, ya aku berdoa aja deh daripada harus muter-muter lewat jalan yang lain, kalau ke arah Pondok Gede kan lebih deket lewat situ.”
            “Saya sih cuma menyarankan aja Mas, ya semoga ga ada apa-apa di jalan dan selamat sampai rumah.”
            “Aamiin.”, jawab Om Zaka sambil menyalakan motornya dan pamit kepada Indra dan istrinya.
            Sesampainya di jalanan tersebut ternyata memang sudah sepi. Hanya ada beberapa mobil dan motor saja yang melewati jalan ini, itupun satu motor pasti berboncengan dan ngebut. Sedangkan Om Zaka hanya seorang diri dan mengendarainya pun dengan santai.
            “Ah ngapain ngebut-ngebut, kayak mau ngejar setoran aja tuh orang-orang, mending santai begini sambil menikmati angin malam.”, gumam Om Zaka disertai dengan sedikit tawa.
            Tidak lama kemudian dari kejauhan terlihat seorang perempuan yang melambai-lambaikan tangannya ke arah Om Zaka. Om Zaka celingak-celinguk melihat keadaan sekitar untuk memastikan siapa yang dituju oleh perempuan tersebut. Ternyata hanya Om Zaka yang ada di sekitar situ. Om Zaka pun berhenti di depan perempuan tersebut. Perempuan itu hanya menundukkan kepalanya.
            “Ada apa ya Mbak, kok malem-malem sendirian di jalanan sepi ini?”, tanya Om Zaka.
            “ Boleh minta tumpangannya ga Pak sampai rumah saya. Rumah saya di depan sana kok ga jauh dari sini.”, jawab Perempuan itu dengan suara agak berat dan kepala yang selalu menunduk.
            “Ohh, boleh kok Mbak, mari naik udah malem.” , ajak Om Zaka.
            Karena dahulu belum ada istilah Begal maka Om Zaka pun memberi tumpangan kepada perempuan tersebut. Dalam perjalanan ke rumah perempuan tersebut, setiap ada motor atau mobil yang berpapasan atau searah, pasti melihat ke arah Om Zaka dengan muka yang dingin dan pucat seperti orang ketakutan dan langsung menancap gas kendaraanya. Om Zaka pun bingung dengan ekspresi muka orang-orang tersebut. Om Zaka juga tidak merasakan kejanggalan saat membonceng perempuan tersebut.
            Setibanya di rumah perempuan tersebut, Om Zaka mematikan mesin motornya dan perempuan itu langsung turun dan masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan terima kasih. Om Zaka tidak mempersalahkannya, niat dia memang menolong dengan ikhlas sekalipun tanpa dibalas dengan ucapan terima kasih.
Om Zaka menyalakan kembali mesin motornya, namun tiba-tiba mesinnya tidak mau menyala. Om Zaka sudah berulang kali mengengkol starternya, tetapi tetap tidak mau menyala.
            “Lah kenapa nih motor kok tiba-tiba jadi ga bisa nyala begini, tadi baik-baik aja.”, gerutu Om Zaka dengan sedikit nada kesal.
            Om Zaka kebingungan. Ia mengecek tangki bensin motornya dan ternyata bensinnya masih ada separuh. Akhirnya ia memutuskan untuk mendorong motornya, namun tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal ban depan motornya.
            Di sinilah ilusi tersebut menghilang, Om Zaka langsung tersadar ternyata yang mengganjal ban itu adalah sebuah batu nisan.
            “Astagfirullahaladzim!!!”, sontak Om Zaka terkejut.
            Om Zaka kaget bukan main. Di tengah-tengah kepanikannya dia tidak lupa untuk membaca doa. Ia celingak-celinguk mencari rumah perempuan yang tadi ia antar, tetapi tidak ada satu pun rumah di sana, yang ada hanya rumah terakhir alias kuburan. Ya, Om Zaka sekarang sedang berada di tengah-tengah komplek pemakaman. Om Zaka telah ditipu dan disesati oleh jin yang menyerupai seorang wanita ke dalam komplek pemakaman.
            Setelah membaca beberapa doa, akhirnya Om Zaka sudah sedikit merasa tenang meskipun jantungnya masih terasa berdebar-debar. Ia menyetandarkan motornya dan duduk di atasnya sambil membakar sebatang rokok. Setelah menghabiskan sebatang rokok, ia mencoba kembali menyalakan motornya dan sekarang mesinnya sudah bisa hidup. Ternyata Om Zaka disesati ke sebuah komplek pemakaman yang cukup besar di daerah Cibubur, yaitu TPU Pondok Ranggon. Tidak seperti dahulu, sekarang TPU ini sudah menjadi TPU yang cukup elit. Karena kejadian itu, Om Zaka tiba di rumahnya di Pondok Gede sekitar pukul 3 pagi.

            Robby merinding mendengar cerita dari Om Zaka, sedangkan Om Zaka hanya tertawa kecil dan menyeruput kopi hitamnya serta membakar sebatang rokok lagi. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, Robby buru-buru pamit pulang karena takut saat di perjalanan pulang nanti.
            Karena ketakutan, Robby mengendarai motor dengan cepat supaya buru-buru sampai di rumahnya. Ternyata di jalan ia bertemu dengan seorang perempuan yang melambai-lambaikan tangannya ke arah Robby. Karena takut perempuan itu makhluk jadi-jadian, Robby pun langsung menancap gas motornya dan berteriak,
“Seeetaaannn!!!”.
“Woy, kurang ajar lu yaaa, sembarangan ajaa!!!”, teriak perempuan itu dengan kesal.
Ternyata perempuan tersebut hanyalah seorang cabe-cabean, hihihi.



EmoticonEmoticon